JAKARTA -
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penaggulangan
Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho mengatakan ancaman bencana di
Indonesia terkonsentrasi di Pulau Jawa. Menurutnya, rata-rata dari tahun
2002 hingga sekarang, lebih 50 persen kejadian bencana terjadi di Jawa.
Data pada tahun 2011 dari 2.066 kejadian bencana, juga sekitar 827
bencana atau 40 persen terjadi di Jawa. "Diproyeksikan trend bencana dan
dampaknya di masa mendatang makin besar. Tentu saja menjadi tantangan
pembangunan karena bencana dapat menjadi faktor penghambat pembangunan,"
kata Sutopo dalam rilisnya yang diterima JPNN di Jakarta, Minggu (4/3).
Menurut Sutopo, bencana yang terjadi ini tentunya menyusutkan kapasitas
produktif dalam skala besar yang berakibat kerugian finansial.
Karenanya, bencana membutuhkan pemulihan, rehabilitasi dan rekonstruksi
agar kehidupan ekonomi kembali normal. Bencana memiliki dampak
negative-sum game.
"Suatu wilayah yang terkena bencana mengalami kemunduran ekonomi.
Sementara wilayah yang tidak terkena bencana tidak mengalami kemajuan
ekonomi," ucapnya.
Sutopo menyebutkan ada beberapa faktor mengapa Jawa makin rentan
terhadap bencana. Salah satunya adalah disparitas pembangunan ekonomi
antar daerah di Jawa dan luar Jawa perbedaannya demikian besar.
"Disparitas ini dapat dilihat dari indikator makro pulau, yakni
kontribusi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa terhadap nasional,
yaitu dengan minyak dan gas (60,12%) dan tanpa minyak dan gas (64,78%).
Sedangkan 40% tersebar di luar Jawa," ujarnya.
Hal ini pula kata dia menyebabkan urbanisasi terus meningkat.
Disebutkan, ada sekitar 129 juta jiwa atau 59% penduduk Indonesia
tinggal di Jawa. Akibatnya terjadi ekstraktif pembangunan yang
menyebabkan kerusakan lingkungan. Tutupan hutan diperkirakan hanya 13%
dari luas Jawa. Jauh dari idealnya 30%.
Kecenderungan tersebut akan mengancam daya dukung lingkungan, sehingga
dalam jangka panjang diperkirakan akan memicu terjadinya tiga macam
krisis, yaitu krisis air, pangan dan energi. Terbukti, daya dukung
lingkungan Jawa sudah terlampaui saat ini.
"Akibatnya watak hidrologi sungai-sungai di Jawa telah berubah dan mudah
terjadi banjir dan kekeringan. Analisis risiko bencana menjadi faktor
penting dalam perencanaan pembangunan," pungkasnya. (awa/jpnn)
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar