Penguatan atau melemahnya trend nilai kurs rupiah terhadap mata uang asing dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
Faktor Dalam Negeri:
• Dampak inflasi yang cenderung meningkat
• Dampak negatif dari tingginya harga minyak terhadap neraca perdagangan migas
• Sentimen negative dari kelangkaan BBM
• Kekhawatiran dari dampak tingginya harga minyak terhadap kesinambungan fiscal (fiscal sustainability)
• Nilai rupaih sudah “undervalued”, karena itu ruang untuk penguatan rupiah cukup terbuka
Faktor Luar Negeri
• Dolar Amerika Serikat menguat terhadap hamper semua mata uang
• Ekonomi Amerika menguat
• Tingkat suku bunga Amerika Serikat merambat naik
Sebuah dilema memang kemudian muncul, yaitu kebijakan nilai tukar tidak hanya mencakup masalah stabilitas makro, tetapi juga sangat besar pengaruhnya terhadap insentif ekspor dan impor. Apresiasi nilai tukar akan mengurangi daya saing barang-barang ekspor, dan meningkatkan penetrasi impor. Menurunnya ekspor dan meningkatnya impor dikhawatirkan akan memperburuk neraca perdagangan. Sebagai negara pengutang yang cukup besar
1. Yang menentukan daya saing produk ekspor adalah nilai tukar riil, bukan nilai tukar nominal. Dengan membiarkan nilai tukar lebih mengambang, memang besar kemungkinan terjadi apresiasi nilai tukar nominal, namun dengan demikian, kontrol moneter menjadi lebih efektif dan tingkat inflasi dapat ditekan sehingga apresiasi nilai, tukar riil tidak sebesar apresiasi nilai tukar nominal.
2. Menjaga nilai tukar agar barang ekspor tetap kompetitif hanya menunda usaha untuk membenahi ekonomi biaya tinggi di sektor riil. Jadi sebetulnya kebijakan depresiasi rupiah terus menerus ini adalah bentuk proteksi lain terhadap sektor riil yang kurang efisien.
3. Bagaimana membiayai defisit neraca.berjalan ini. Berkaitan dengan ini sungguh tepat, peringatan Dr. Hadi Soesastro (Jakarta Post, 10/4/1996) bahwa pemerintah perlu menjaga kredibilitasnya, agar
Namun demikian nilai tukar rupiah yang terlalu kuat akan akan mengganggu kinerja ekspor kita, khususnya ekspor non migas. Buat mereka yang punya hutang dalam US Dollar, penguatan Rupiah mungkin sekali merupakan jalan keluar untuk menyelesaikan hutang. Demikian pula kalangan importir yang gembira karena melihat kemungkinan untuk menjual lebih banyak, kalau harga dalam Rupiah menjadi lebih terjangkau. Secara keseluruhan penguatan Rupiah sampai pada batas-batas yang wajar tidak perlu dirisaukan, karena pasar akan menentukan ekuilibrium yang baru.
Di Amerika Serikat sendiri, banyak perusahaan mengeluh kalau US Dollar menjadi kuat, karena mereka merasa sukar untuk bisa mengekspor lebih banyak, apalagi ke negara-negara yang mata uangnya tidak kuat, tetapi kuatnya US Dollar justru membuat modal masuk ke Amerika Serikat, untuk membeli asset-asset yang ada, termasuk pula saham-saham yang ada. Hal yang sebaliknya terjadi di Indonesia, dimana investor asing justru meninggalkan pasar modal pada waktu Rupiah terus menerus melemah, apalagi bersamaan juga terjadi kemrosotan harga saham-saham dalam Rupiah, hal mana membuat investor rugi dua kali. Itu pula yang membuat investor menangguhkan penanaman modal secara langsung, sampai keadaan cukup stabil.
• Peningkatan Kurs Valuta Asing
Peningkatan kurs mata uang negara pengimpor terhadap mata uang negara pengekspor dapat meningkatkan daya beli negara pengimpor yang mengakibatkan nilai ekspor negara pengekspor meningkat. Ekspor adalah penting dalam hal utama, yaitu bersama-sama dengan impor menghasilkan neraca pembayaran dari suatu negara (suatu negara harus mengekspor untuk dapat membiayai impornya yang dibayar dengan mata uang asing) dan ekspor menggambarkan suntikan dana dalam aliran sirkulasi pendapatan nasional.
• Hubungan Kurs Dollar dengan Ekspor
Dalam sistem kurs mengambang, depresiasi atau apresiasi nilai mata uang akan mengakibatkan perubahan keatas ekspor maupun impor. Jika kurs mengalami depresiasi, yaitu nilai mata uang dalam negeri menurun dan berarti nilai mata uang asing bertambah tinggi kursnya (harganya) akan menyebabkan ekspor meningkat dan impor cenderung menurun. Jadi kurs valuta asing mempunyai hubungan yang searah dengan volume ekspor. Apabila nilai kurs dollar meningkat, maka volume ekspor juga akan meningkat (Sukirno,2000:319).
• Hubungan Inflasi dengan Ekspor
Inflasi adalah kecenderungan kenaikan harga secara umum dan terus menerus. Jika inflasi meningkat maka harga barang di dalam negeri terus mengalami kenaikan. Naiknya inflasi menyebabkan biaya produksi barang ekpor akan semakin tinggi. Hal ini tentunya akan menyebabkan eksportir tidak mampu berproduksi maksimal sehingga menyebabkan ekpor menjadi turun karena untuk memproduksi barang komoditi ekspor diperlukan biaya yang tinggi. Jadi terdapat hubungan yang negatif antara inflasi dan ekspor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar